Rabu, 09 Mei 2018

Faktor yang mempengaruhi kualitas laba

BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Tujuan utama perusahaan, adalah meningkatkan nilai perusahaan. Rendahnya kualitas laba akan dapat membuat kesalahan pembuatan keputusan para pemakainya seperti investor dan kreditor, sehingga nilai perusahaan akan berkurang (Siallagan dan Machfoedz, 2006). Fama (1978) dalam Wahyudi dan Pawestri (2006) menyatakan nilai perusahaan akan tercermin dari harga pasar sahamnya. Laba sebagai bagian dari laporan keuangan yang tidak menyajikan fakta yang sebenarnya tentang kondisi ekonomis perusahaan dapat diragukan kualitasnya. Laba yang tidak menunjukkan informasi yang sebenarnya tentang kinerja manajemen dapat menyesatkan pihak pengguna laporan. Jika laba seperti ini digunakan oleh investor untuk membentuk nilai pasar perusahaan, maka laba tidak dapat menjelaskan nilai pasar perusahaan yang sebenarnya (Boediono, 2005).
Kualitas laba adalah laba yang secara benar dan akurat menggambarkan profitabilitas operasional perusahaan Sutopo (2009). Menurut Penman dan Cohen (2003) dalam Wibowo (2009) diungkapkan bahwa laba tahun berjalan memiliki kualitas yang baik jika laba tersebut menjadi indikator yang baik untuk laba masa mendatang, atau berhubungan secara kuat dengan arus kas operasi di masa mendatang (future operating cash flow). Demikian juga, Hodge (2003) dalam Sutopo (2009) memberikan definisi kualitas laba sebagai “the extent to which netincome reported on the income statement differs from “true” (unbiased and accurate) earnings” .
Dalam literatur penelitian akuntansi, terdapat berbagai pengertian kualitas laba dalam perspektif kebermanfaatan dalam pengambilan keputusan (decision usefulness). Schipper dan Vincent (2003) dalam Sutopo (2009) mengelompokkan konstruk kualitas laba dan pengukurannya berdasarkan cara menentukan kualitas laba, yaitu berdasarkan: sifat runtun-waktu dari laba, karakteristik kualitatif dalam rerangka konseptual, hubungan laba-kas-akrual, dan keputusan implementasi. Kelompok penentuan kualitas laba ini dapat diikhtisarkan sebagai berikut.:
1. Berdasarkan sifat runtun-waktu laba, kualitas laba meliputi: persistensi, prediktabilitas (kemampuan prediksi), dan variabilitas.
2. Kualitas laba didasarkan pada hubungan laba-kas-akrual yang dapat diukur dengan berbagai ukuran, yaitu: rasio kas operasi dengan laba, perubahan akrual total, estimasi abnormal/discretionary accruals (akrual abnormal/ DA), dan estimasi hubungan akrual-kas.
3. Kualitas laba dapat didasarkan pada Konsep Kualitatif Rerangka Konseptual (Financial Accounting Standards Board, FASB, 1978).
4. Kualitas laba berdasarkan keputusan implementasi.
Isu yang terkait erat dengan kualitas laba adalah Investment Opportunity Set. Investment Opportunity Set menunjukkan investasi perusahaan atau opsi pertumbuhan. Nilai opsi pertumbuhan tersebut tergantung pada discretionary expenditure manajer. Manajemen investment opportunities membutuhkan pembuatan keputusan dalam lingkungan yang tidak pasti dan konsekuensinyatindakan manajerial menjadi lebih unobservable (Smith dan Watts, 1992 dalam Wah, 2002). Tindakan manajer yang unobservable dapat menyebabkan prinsipal tidak dapat mengetahui apakah manajer telah melakukan tindakan yang sesuai dengan keinginan prinsipal atau tidak.
Isu yang juga terkait erat dengan kualitas laba adalah mekanisme tata kolola perusahaan yang baik (good corporate governance). Good corporate governance secara definitive merupakan system yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) bagi semua stakeholder. Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar (akurat) dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan transparans terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder.
Secara singkat ada empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep good corporate governance ini, yaitu fairness, transparency, accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan prinsip good corporate governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan . Prinsip good corporate governance yang diterapkan dengan konsisten dapat menjadi penghambat (constrain) aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan.
Kaen (2003) dalam Siallagan dan Machfoedz (2006) menyatakan corporate governance pada dasarnya menyangkut masalah siapa (who) yangseharusnya mengendalikan jalannya kegiatan korporasi dan mengapa (why) harus dilakukan pengendalian terhadap jalannya kegiatan korporasi. Yang dimaksud dengan siapa adalah para pemegang saham, sedangkan “mengapa” adalah karena adanya hubungan antara pemegang saham dengan berbagai pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan.
Hubungan praktek Corporate Governance memiliki hubungan yang signifikan terhadap Earnings Management (Isnanta, 2008). Konflik keagenan yang mengakibatkan adanya sifat opportunistic manajemen akan mengakibatkan rendahnya kualitas laba. Rendahnya kualitas laba akan dapat membuat kesalahan pembuatan keputusan kepada para pemakainya seperti para investor dan kreditor, sehingga nilai perusahaan akan berkurang.
Praktek earnings management ini merupakan upaya manajemen untuk mengubah laporan keuangan dengan tujuan untuk menyesatkan pemegang saham yang ingin mengetahui kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontraktual yang mengandalkan angka-angka akuntansi yang dilaporkannya. Dengan demikian secara prinsipil manipulasi ini tidak sejalan dengan semangat good corporate governance.
Earnings Management dilakukan manajemen dalam proses penyusunan laporan keuangan agar dapat mempengaruhi tingkat laba yang ditampilkan sehingga diharapkan dapat meningkatkan Nilai Perusahaan pada saat tertentu. Rekayasa kinerja yang dikenal dengan istilah earnings management ini sejalan dengan teori agensi (agency theory) yang menekankan pentingnya pemilikperusahaan (principles) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada profesional (agents) yang lebih mengerti dan memahami cara untuk menjalankan suatu usaha.
Namun pemisahan ini mempunyai sisi negatif, keleluasaan manajemen untuk memaksimalkan laba perusahaan akan mengarah pada kepentingan manajemen sendiri dengan biaya yang harus ditanggung pemilik perusahaan. Kondisi ini terjadi karena asimetri informasi (information asymmetry) antara manajemen dan pihak lain yang tidak mempunyai sumber dan akses yang memadai untuk memperoleh informasi yang digunakan untuk memonitor tindakan manajemen.
Tujuan Earnings Management adalah meningkatkan kesejahteraan pihak tertentu walaupun dalam jangka panjang tidak terdapat perbedaan laba kumulatif perusahaan dengan laba yang dapat diidentifikasikan sebagai suatu keuntungan (Fischer dan Rosenzweirg, 1995), dalam Herawaty (2008). Earnings Management yang dilakukan manajemen perusahaan akan meningkatkan nilai perusahaan (Tobin‟s Q) lalu kemudian akan turun (Morck, Scheifer & Vishny (1988).
Earnings Management dapat menimbulkan masalah keagenan (agency cost) yang dipicu dari adanya pemisahan peran atau perbedaan kepentingan antara pemegang saham (principal) dengan pengelola/manajemen perusahaan (agent). Manajemen selaku pengelola perusahaan memiliki informasi tentang perusahaan lebih banyak dan lebih dahulu daripada pemegang saham sehingga terjadi asimetri informasi yang memungkinkan manajemen melakukan praktek akuntansi dengan orientasi pada laba untuk mencapai suatu kinerja tertentu. Konflik keagenan yang mengakibatkan adanya oportunistik manajemen yang akan mengakibatkan labayang dilaporkan semu, sehingga akan menyebabkan nilai perusahaan berkurang dimasa yang akan datang.
Teori agensi memberikan pandangan bahwa masalah Earnings Management dapat diminimumkan dengan pengawasan sendiri melalui Good Corporate Governance. Pada prinsipnya corporate governance menyangkut kepentingan para pemegang saham, peranan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders), transparansi dan penjelasan, serta peranan Dewan Komisaris dan Dewan audit.
Perilaku manipulasi oleh manajer yang berawal dari konflik kepentingan tersebut dapat diminimumkan melalui suatu mekanisme monitoring yang bertujuan untuk menyelaraskan (alignment) berbagai kepentingan tersebut. Pertama, dengan memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen (managerial ownership) (Jensen dan Meckling, 1976), sehingga kepentingan pemilik atau pemegang saham akan dapat disejajarkan dengan kepentingan manajer.
Kedua, kepemilikan saham oleh investor institusional. Moh‟d et al. (1998) dalam Herawaty (2008) menyatakan bahwa investor institusional merupakan pihak yang dapat memonitor agen dengan kepemilikannya yang besar, sehingga motivasi manajer untuk mengatur laba menjadi berkurang.
Ketiga, melalui peran monitoring oleh dewan komisaris (board of directors) serta memaksimalkan fungsi komite audit yang ada dalam perusahaan. Dechow et al. (1996) dalam Herawaty (2008) menemukan hubungan yang signifikan antara peran dewan komisaris dengan pelaporan keuangan. Selain itujuga ditemukan bahwa ukuran dan independensi dewan komisaris mempengaruhi kemampuan mereka dalam memonitor proses pelaporan keuangan
1.2 Rumusan masalah
1. Apakah Invesment Opportunity Set (IOS) mempengaruhi kualitas laba ?
2. . Apakah mekanisme corporate governance mempengaruhi kualitas laba ?

1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui adanya pengaruh Investment Opportunity Set (IOS) terhadap kualitas laba.
2. Untuk mengetahui adanya pengaruh mekanisme corporate governance terhadap kualitas laba.














BAB II
Landasan Teori
2.1 Pengertian Laba dan Nilai Peusahaan Menurut Para Ahli
Laba atau keuntungan merupakan salah satu tujuan utama perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya. Laba yang diperoleh perusahaan akan digunakan untuk berbagai kepentingan, laba akan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan perusahaan tersebut atas jasa yang diperolehnya. 
Pengertian Laba
Menurut M. Nafarin (2007: 788) “Laba(income) adalah perbedaan antara pendapatan dengan keseimbangan biaya-biaya dan pengeluaran untuk periode tertentu”.
Menurut Abdul Halim & Bambang Supomo (2005;139)
 “Laba merupakan pusat pertanggungjawaban yang masukan dan keluarannya diukur dengan menghitung selisi antara pendapatan dan biaya”.
Menurut Kuswadi (2005:135), menyatakan bahwa “Perhitungan laba diperoleh dari pendapatan dikurangi semua biaya”.
Menurut Mahmud M. Hanafi (2010:32), menyatakan bahwa“Laba merupakan ukuran keseluruhan prestasi perusahaan, yang didefinisikan sebagai berikut : Laba = Penjualan- Biaya”
Pengertian Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan adalah sangat penting karena dengan nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham (Bringham Gapensi, 1996). Semakin tinggi harga saham semakin tinggi nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi menunjukan kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Kekayaan pemegang saham dan perusahaan dipresentasikan oleh harga pasar dari saham yang merupakan cerminan dari keputusan investasi, pendanaan (financing), dan manajemen asset.
Menurut Fama (1978) dalam Untung wahyudi et.al , nilai perusahaan akan tercermin dari harga sahamnya. Harga pasar dari saham perusahaan yang terbentuk antara pembeli dan penjual disaat terjadi transaksi disebut nilai pasar perusahaan, karena harga pasar saham dianggap cerminan dari nilai asset perusahaan sesungguhnya. Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Adanya peluang investasi dapat memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan dimasa yang akan datang, sehingga akan meningkatkan harga saham, dengan meningkatnya harga saham maka nilai perusahaan pun akan meningkat.
2.1.1 Jenis-Jenis Laba
Salah satunya ukuran dari keberhasilan suatu perusahaan adalah mencari perolehan laba, karena laba pada dasarnya hanya sebagai ukuran efisiensi suatu perusahaan.
Menurut Kasmir (2011:303) menyatakan bahwa :
1.            Laba Kotor (gross Profit) artinya laba yang diperoleh sebelum dikurangi biaya-biaya yang menjadi beban perusahaan. Artinya laba keseluruhan yang pertama sekali perusahaan peroleh.
2.            Laba bersih (Net Profit) merupakan laba yang telah dikurangi biaya-biaya yang merupakan beban perusahaan dalam suatu periode tertentu termasuk pajak
2.1.2 Manfaat Analisis Laba
Analisis laba merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting bagi manajemen guna mengambil keputusan untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. Artinya analisis laba akan banyak membantu manajemen dalam melakukan tindakan apa yang akan diambil ke depan dengan kndisi yang terjadi sekarang atau untuk mengevaluasi apa penyebab turun atau naiknya laba tersebut sehingga target tidak tercapai. Dengan demikian, analisis laba memberikan manfaat yang cukup banyak bagi pihak manajemen.
Menurut Kasmir ( 2008;309 ) Menyatakan bahwa secara umum manfaat yang dapat diperoleh dari analisis laba adalah.
1.       Untuk mengetahui penyebab turunnya harga jual;
Dengan diketahuinya penyebab naik turunnya harga, pihak manajemen dapat memprediksi berbagai hal, terutama berkaitan dengan penentuan harga jual ke depan dan target harga jual yang lebih realistis. Kesalahan akibat penentuan harga jual ini pasti dikarenakan faktor perubahan harga jual yang sangat rentan terhadap perubahan di luar lingkungan perusahaan. Misalnya apabila terdapat pesaing baru dengan kualitas barang yang sama dengan produk kita, tetapi memberikan harga jual yang lebih murah, hal tersebut juga akan mempengaruhi nilai penjualan perusahaan tentunya. Demikian pula jika produk yang sejenis di luar berkurang, perusahaan dapat menaikkan harga jual yang diinginkan.
2.       Untuk mengetahui penyebab naiknya harga jual;
Kenaikkan harga jaul perlu dicermati penyebabnya,sebab naikknya harga jual ini sangat mempengaruhi perolehan laba perusahaan. Faktor penyebab naiknya harga jual dapat berasal dari dalam perusahaan, misalnya kenaikan biaya-biaya. Namun, harga jual juga dapat naik karena dipengaruhi dari luar perusahaan, misalnya pesaing sejenis menaikkan harga jualnya dan manajemen ikut pula menaikkan harga jual. Penentuan kenaikan harga jual yang melebihi harga pesaing sangat berbahay dalam usaha pencapaian jumlah penjualan. Manajemen dalam hal ini dituntut untuk meningkatkan upaya-upaya pemasaran yang lebih intensif di samping meningkatkan mutu produk yang ditawarkan.
3.       Untuk mengetahui penyebab turunnya harga pokok penjualan;
Di samping kenaikan harga jual, laba kotor juga dipengaruhi oleh penurunan harga pokok penjualan. Penyebab menurunnya harga jual tidak jauh berbeda dengan kenaikan harga pokok penjualan. Hanya saja penurunan harga pokok penjualan akan membuat perusahaan berusaha keras untuk bekerja lebih efisien dibandingkan dengan pesaing. Kalau tidak, beban biaya yang telah dianggarkan akan ikut mempengaruhi nilai perolehan penjualan ke depan.
4.       Untuk mengetahui penyebab naiknya harga pokok penjualan;
Penyebab naiknya harga pokok penjualan juga sangat penting untuk diketahui oleh perusahaan karena dengan diketahuinya penyebab naiknya harga pokok penjualan, perusahaan pada akhirnya mampu menyesuaikan dengan harga jual dan biaya-biaya lainnya. Penyebab utama naiknya harga pokok penjualan sebagian besar adalah karena dari pihak luar perusahaan sehingga mau tidak mau perusahaan harus mampu menyesuaikan diri.
5.       Sebagai bentuk pertanggungjawaban bagian penjualan akibat naik turunnya harga jual;
Analisis laba juga memberikan manfaat sebagai bentuk pertanggungjawaban bagian penjualan akibat naik harga jual. Artinya ada pihak-pihak yang memang seharusnya bertanggung jawab apabila terjadi kenaikan atau penurunan harga jual.
6.       Sebagai bentuk pertanggungjawaban bagian penjualan akibat naik turunnya harga pokok;
Analisis laba juga memberikan manfaat sebagai bentuk pertanggungjawaban bagian produksi akibat turunnya harga pokok penjualan. Artinya untuk urusan harga pokok penjualan, pihak bagian produksilah yang bertanggungjawab.
7.       Sebagai salah satu alat ukur untuk menilai kinerja manajemen dalam suatu periode;
Sudah pasti analisis laba ini pada akhirnya akan memberikan manfaat untuk menilai kinerja manajemen dalam suatu periode. Artinya hasil yang diperoleh dari analisis laba akan menentukan kinerja manajemen ke depan.
8.       Sebagai bahan untuk menentukan kebijakan manajemen ke depan.
Analisis laba digunakan sebagai bahan untuk menentukan kebijakan manajemen ke depan dengan mencermati kegagalan atau kesuksesan pencapaian laba sebelumnya. Jika berhasil, manajemen mungkin sekarang akan dipertahankan atau bahkan ada yang dipromosikan ke jabatan yang lebih tinggi. Akan tetapi, jika gagal sebaliknya akan diganti dengan manajemen yang baru. Di samping itu, keberhasilan atau kegagalan manajemen dalam mencapai target laba juga akan menentukan besar kecilnya insentif yang bakal mereka terima.
2.2 Indikator Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan
Melakukan analisis terhadap laba tidak hanya dapat dilakukan dengan hanya sekedar melihat angka dari laba yang dilaporkan. Proses pelaporan angka tersebut merupakan proses yang panjang, melibatkan berbagai metode, asumsi dan estimasi dalam sebuah pemisahan batas (cut-off) periode akuntansi yang lazim disebut dengan tahun takwim (financial year)
Menurut White, Sondhi dan Fried (1998, 956), Indikator Kualitas Laba yang baik adalah:
Pengakuan pendapatan dengan metode yang konservatif
Menggunakan metode persediaan LIFO (jika diasumsikan harga-harga mengalami peningkatan)
Cadangan Piutang Tak Tertagih (Bad Debts) relatif tinggi terhadap piutang dan kerugian kredit dimasa lalu.
Menggunakan metode penyusutan dipercepat (accelerated methods) dan umur yang singkat.
Penghapusan yang cepat terhadap Goodwill dan Aktiva tidak berwujud lainnya.
Kapitalisasi yang minimal terhadap bunga dan biaya overhead.(Wajib dihapuskan konsep bunga)
Kapitalisasi yang minimal terhadap biaya piranti lunak komputer (Computer Shofware)
Membebankan langsung biaya awal (start-up costs) untuk operasi-operasi baru.
Menggunakan metode kontrak penuh (completed contract method) dalam akuntansi pekerjaan dalam jangka panjang.
Menggunakan asumsi-asumsi yang konservatif dalam rencana manfaat untuk karyawan (employee benefit plans)
 Menyediakan provisi yang memadai terhadap tuntutan hukum dan kerugian kontijensi (Contingency Losses).
Meminimalkan penggunaan tehnik-tehnik pembiayaan off-balance sheet.
Tidak memperhitungkan keuntungan yang tidak berulang (non-recurring gains)
Tidak memperhitungkan laba yang bukan kas (non-cash earenings).
Pengungkapan (disclosure) yang jelas dan memadai

Indikator- indikator yang mempengaruhi nilai perusahaan diantaranya adalah:

PER (Price Earning Ratio) PER yaitu rasio yang mengukur seberapa besar perbandingan antara harga saham perusahaan dengan keuntungan yang diperoleh para pemegang saham
2. PBV (Price Book Value) Rasio ini mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada manajemen dan organisasi perusahaan sebagai sebuah perusahaan yang terus tumbuh (Brigham, 1999: 92).


















BAB III
Pokok Permasalahan
3.1 Penilaian Kualitas Laba dalam Peusahaan
Kualitas Laba dalam Perusahaan tidak mempunyai ukuran yang mutlak, maka penilaian kualitas laba yang dapat dilakukan sesuai Hawkins (1998, 178) adalah:
Mengukur dengan menggunakan skala: baik atau tinggi dan buruk atau rendah, yang perlu diingat bahawa seberapa baik dan seberapa buruk adalah hal yang sulit dilakukan, apalagi jika harus dikuantifikasi dalam angka-angka.
Perubahan kualitas laba dari waktu ke waktu: lebih baik atau lebih buruk, dimana juga perlu diingat bahwa seberapa banyak menjadi lebih baik atau buruk tidak dapat ditentukan dengan pasti.
Karakteristik Kualitas Laba
Laba bersih (net earnings) adalah merupakan titik awal dalam melakukan penilaian terhadap kualitas laba. Tujuan analisis yang berbeda, akan menyebabkan pertimbangan-pertimbangan yang berbeda mengenai karakteristik dari suatu laba.
Karakteristik yang dapat dipertimbangkan dalam menilai kualitas laba sebuah perusahaan adalah dijelaskan sebagai berikut, disesuaikan dengan konsep Siegel (1991, 1-15).
Perusahaan dengan atau dalam Industri beresiko tinggi, indikator-indikator yang menunjukkan perusahaan dengan resiko tinggi adalah:
Glamour, dalam pertumbuhan laba. Pertumbuhan laba meningkat drastis, dan resiko untuk mengalami penurunan.
Menyolok (highly visible) dari mata publik dan pengaturan pemerintah. Misalnya perusahaan minyak dan gas, rokok.
Perusahaan yang mengalami kesulitasn memperoleh kredit.
Risk maximizer, perusahaan mempunyai kecenderungan sebagai pemilik resiko maksimum dalam industrinya.
Perusahaan dalam jenis industri dengan karakteristik resiko tinggi, atau dalam industri yang sedang berada dalam harapan menurun (declining)
Perusahaan dikenal dengan kebijakan akuntansi yang liberal (bebas).
Perusahaan yang sering melakukan perubahan auditor.
Perusahaan yang sering melakukan insider transactions.
Perusahaan yang mempunyai transaksi-transaksi dalam skala atau proporsi besar dengan perusahaan (perusahaan dalam satu kelompok usaha (affiliates))
Perusahaan-perusahaan yang dikenal sering melakukan aktivitas-aktivitas yang tidak jujur (unfair) atau tidak etik (unethical)
Perusahan yang dipimpin oleh individu yang sangat berkuasa dan mempunyai peranan yang sangat dominan, dimana jika individu yang bersangkutan mengalami sesuatu maka perusahaan akan menjadi lemah.
Perusahaan yang memasuki bisnis yang tidak berkaitan dengan bsinisnya, atau tidak mempunyai kemampuan dalam bisnis tersebut.
Penerapan kebijakan akuntansi yang realistis adalah melip[uti kebijakan-kebijakan akuntansi seperti: standar, metode dan estimasi.
Standar, Metode dan Estimasi:
Penyusunan Laporan Keuangan (Financial Statements) perusahaan seharusnya dilakukan sesuai dengan PABU (GAAP) terutama melalui Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Seperti SFAS yang dikeluarkan oleh FASB ( di USA), dan PSAK (di Indonesia ) yang dikeluarkan oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia), kini oleh DSAK (Dewan Standar Akuntansi Indonesia).
Penerapan kebijakan akuntansi yang melenceng jauh dari standar adalah kurang realistis dan seharusnya menimbulkan tanda tanya bagi analis, kecuali memang tidak terdapat standar yang memadai atau belum diatur secara khusus.
Perusahaan juga hendaknya menggunakan metode dalam akuntansi yang mendekati substansi ekonomi dari transaksi atau peristiwa yang dialami oleh perusahaan. Pemilihan metode yang kurang tepat merupakan indikasi kualitas laba yang buruk.
Kewajaran dalam estimasi akuntansi (accounting estimates), sebab estimasi-estimasi merupakan suatu hal yang tidak bisa dihindarkan sebab pelaporan yang terbagi dalam periode-periode dan adanya hal-hal yang tidak bisa dipastikan dalam kaitannya dengan masa mendatang.

3.2 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan
Bagi perusahaan yang menerbitkan saham di pasar modal harga saham yang ditransaksikan di bursa merupakan indikator nilai perusahaan. Laba yang tidak menunjukkan informasi yang sebenarnya tentang kinerja manajemen dapat menyesatkan pihak pengguna laporan. Jika laba seperti ini digunakan oleh investor untuk membentuk nilai pasar perusahaan, maka laba tidak dapat menjelaskan nilai pasar perusahaan yang sebenarnya. Bagi investor, laporan laba dianggap mempunyai informasi untuk menganalisis saham yang diterbitkan oleh emiten (Boediono, 2005).
Siallagan dan Machfoed (2006) yang menguji pengaruh kualitas laba terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang listing di BEJ pada periode 2000-2004 menyimpulkan bahwa kualitas laba secara positif berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

3.2.1 Pengaruh Investment Opportunity Set (IOS), Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan.
Kallapur dan Trombley (2001) menyatakan bahwa kesempatan investasi perusahaan merupakan komponen penting dari nilai pasar. Hal ini disebabkan Investment Opportunity Set (IOS) atau set kesempatan investasi dari suatu perusahaan mempengaruhi cara pandang manajer, pemilik, investor dan kreditor terhadap perusahaan.
Menurut Wah (2002), perusahaan dengan investment opportunity yang tinggi lebih mungkin untuk mempunyai discretionary accrual (akrual kelolaan) yang tinggi, tetapi jika mereka mempunyai auditor dari Big 5 discretionary accrual akan menurun. Hasil ini mengindikasikan bahwa meskipun manajer dari perusahaan yang mempunyai investment opportunity yang tinggi cenderung untuk memanipulasi discretionary accrual, kecenderungan ini akan menurun jika perusahaan mereka mempunyai pengawasan audit yang lebih baik.
3.2.2 Mekanisme pengaruh  Corporate Governance terhadap kualitas laba dan Nilai      Perusahaan
1. Komite Audit, Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan
Xie, Davidson dan Dadalt (2003) menguji efektifitas komite audit dalam mengurangi manajemen laba yang dilakukan oleh pihak manajemen. menyebutkan bahwa komite audit yang berasal dari luar mampu melindungi kepentingan pemegang saham dari tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh pihak manajemen.Siallagan dan Machfoedz (2006) menyatakan bahwa keberadaan komite audit mempunyai pengaruh positif terhadap kualitas laba dan juga nilai perusahaan yang dihitung dengan Tobin’s Q. Hal ini memberi bukti bahwa keberadaan komite audit dapat meningkatkan efektifitas kinerja perusahaan.
2.Komisaris Independen, Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan
Menurut Xie dkk (2003) menyatakan bahwa persentase dewan komisaris dari luar perusahaan yang independen berpengaruh negatif secara signifikan terhadap discretionary accrual. Besley (1996) menyimpulkan bahwa komposisi dewan komisaris dari luar lebih dapat untuk mengurangi kecurangan pelaporan keuangan daripada kehadiran komite audit. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ukuran dewan dan karakteristik komisaris yang berasal dari luar perusahaan berpengaruh terhadap kecenderungan terjadinya kecurangan pelaporan keuangan. Brown dan Caylor (2004)  mengenai pengaruh corporate governance terhadap kinerja operasional (return on equity, profit margin, and sales growth), penilaian (Tobin’s Q) dan shareholder payout (dividend yield dan share repurchases). Corporate governance diukur dengan menggunakan Gov-Score, yang berdasar pada data yang disediakan Institutional Shareholder Services. Gov-Score merupakan campuran dari 51 faktor yang mencakup 8 kategori corporate governance antara lain audit dan board of directors. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa perusahaan dengan tata kelola yang lebih baik relatif lebih profitable, memiliki Tobin’s Q yang lebih dan pembayaran kepada pemegang saham yang lebih baik. Brown dan Caylor (2004) juga menemukan bahwa perusahaan dengan independent boards mempunyai return on equity, profit margin dan dividend yield yang lebih tinggi.
3. Kepemilikan Institusional, Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan
Dalam hubungannya dengan fungsi monitor, investor institusional diyakini memiliki kemampuan untuk memonitor tindakan manajemen lebih baik dibandingkan investor individual. Menurut Lee et al., (1992) dalam Fidyati (2004) menyebutkan dua perbedaan pendapat mengenai investor institusional. Pendapat pertama didasarkan pada pandangan bahwa investor institusional adalah pemilik sementara (transfer owner) sehingga hanya terfokus pada laba sekarang (current earnings). Perubahan pada laba sekarang dapat mempengaruhi keputusan investor institusional. Jika perubahan ini tidak dirasakan menguntungkan oleh investor, maka investor dapat melikuidasi sahamnya. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa investor institusional biasanya memiliki saham dengan jumlah besar, sehingga jika mereka melikuidasi sahamnya akan mempengaruhi nilai saham secara keseluruhan. Untuk menghindari tindakan likuidasi dari investor, manajer akan melakukan earnings management. Pendapat kedua memandang investor institusional sebagai investor yang berpengalaman (sophisticated). Menurut pendapat ini, investor lebih terfokus pada laba masa datang (future earnings) yang lebih besar relatif dari laba sekarang. Dalam Fidyati (2004), Shiller dan Pound (1989) menjelaskan bahwa investor institusional menghabiskan lebih banyak waktu untuk melakukan analisis investasi dan mereka memiliki akses atas informasi yang terlalu mahal perolehannya bagi investor lain. Investor institusional akan melakukan monitoring secara efektif dan tidak akan mudah diperdaya dengan tindakan manipulasi yang dilakukan manajer. Suranta dan Machfoedz (2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa nilai perusahaan (Tobin’s Q) dipengaruhi oleh kepemilikan manajerial, institusional dan ukuran dewan direksi.
4. Kepemilikan Manajerial, Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan Kualitas laba yang dilaporkan dapat dipengaruhi oleh kepemilikan saham manajerial. Tekanan dari pasar modal menyebabkan perusahaan dengan kepemilikan manajerial yang rendah akan memilih metode akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan, yang sebenarnya tidak mencerminkan keadaan ekonomi dari perusahaan yang bersangkutan (Boediono, 2005).
Siallagan dan Machfoedz (2006) yang juga meneliti pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kualitas laba yang diukur dengan discretionary accrual dan nilai perusahaan yang diukur dengan Tobin’s Q, menyimpulkan dari hasil pengujiannya bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh secara positif terhadap kualitas laba, sedangkan pengaruh kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan adalah negatif.


BAB IV
Pembahasan
4.1 Mengidentifikasi Kualitas Laba

Melanjutkan topik minggu ini, pendapatan dan laba adalah hal dasar yang dicari setiap investor dari sebuah perusahaan. Investor senang dengan perusahaan yang pendapatan dan labanya naik. Masalahnya, meski penjualan selalu naik dari tahun ke tahun, kadangkala karena suatu karakter dan anomali tertentu, ada keadaan yang membuat perusahaan tersebut tidak tepat sebagai sarana investasi bila kualitas labanya kurang baik. Demikian pula adakalanya kenaikan laba sangat pesat terjadi di sebuah perusahaan, tapi melihat kinerja lampau yang rata-rata, apalagi tidak diiringi kenaikan pendapatan (lihat contoh grafik di atas), kita wajib bertanya dan curiga darimana datangnya kenaikan laba tersebut?
Ada suatu cara mudah untuk mengidentifikasi kualitas laba dari sebuah perusahaan. Caranya pun cukup sederhana, bila Anda sudah menginput data laba/rugi suatu perusahaan, kita akan bisa mengidentifikasi kualitas laba dari perkembangan labanya. Hasil identifikasi ini akan menghasilkan dua deduksi ringkas, yaitu ketertarikan (bila memang cirinya bagus) dan peringatan (bila ada tanda mencurigakan). Dari identifikasi ini kita akan lebih mudah mencari akar dan karakter laba, misalnya: apakah menelusuri segmen produk, identifikasi biaya-biaya, atau identifikasi hutang, dst. Dengan memahami identifikasi singkat inilah, kita akan lebih siap menentukan langkah investasi selanjutnya.
Masukkan angka pendapatan, laba kotor, laba operasional, dan laba  bersih perusahaan tiap tahun ke dalam aplikasi lembar kerja semacam Excel atau Numbers. Dari sana buat grafik per tiap pos dan per tahun. Untuk menghitung pertumbuhan, gunakan selisih per tahun dibagi tahun berikutnya, lalu ubah ke bentuk persen.
Identifikasi dari Pendapatan, Laba Operasional, dan Laba Bersih

Model A – Kita bisa lihat laba operasional naik dari tahun ke tahun. Sebaliknya laba bersih justru turun. Ini adalah satu tanda yang harus membuat kita curiga dengan kualitas manajemen menjalankan perusahaan.
Model B – Kita bisa lihat laba operasional naik dalam tiga tahun pertama, lalu turun pada 2010, lalu naik lagi. Dari sini kita bisa bertanya beberapa hal: 1) kenapa laba bersih pada 2007 hingga 2009 terlihat stagnan? 2) apa yang membuat penurunan pendapatan pada 2010? 3) apa yang membuat perusahaan bisa menaikkan laba cukup lumayan pada 2011 (bila dilihat perspektif dibanding antara 2007-2009 serta selisih 2010 dan 2011). Naik itu bagus, tapi kita harus kritis. Dari beberapa pertanyaan ini kita bisa menelusuri pos-pos perusahaan dan berusaha mencari akualitasnya.
Model C – Inilah ciri perusahaan yang bagus. Laba operasional cenderung stagnan, meski sempat naik sedikit. Tapi kita lihat manajemen bisa meningkatkan laba bersih dari tahun ke tahun. Ini merupakan tanda yang baik. Tapi sebagai konfirmasi kita mendapat kunci arah telaah selanjutnya, apakah murni efisiensi manajemen ataukah kenaikan laba bersih hasil dari, misalnya, selisih kurs dan pendapatan lain-lain?
Catatan tentang kualiatas laba:
Ketidakstabilan laba operasional seperti Model C bisa terjadi di sebuah perusahaan tersiklus. Siklus ini bisa terjadi karena banyak hal: fluktuasi harga bahan baku, krisis global (bila perusahaan terekspor ekspor atau impor), dan lain-lain.
Bila terjadi anomali (lihat gambar paling atas) antara pendapatan, operasional dan laba, hal ini wajib menumbuhkan rasa curiga kita. Ada dua hal: a) Bila pendapatan naik tapi operasional turun, apakah bahan baku naik? Apakah perusahaan tidak efisien mengelola biaya pokok? b) Bila laba operasional naik tapi laba bersih turun, kita bisa bertanya apakah manajemen tidak efisien menjalankan usahanya? Apakah perusahaan melakukan spekulasi investasi, kesalahan hedging mata uang, sehingga membuat laba bersih turun?
Sebaliknya bila terjadi anomali misal laba operasional stagnan atau turun, tapi justru ada kenaikan laba bersih di tahun tertentu, apakah benar itu laba organik, misal manajemen bisa menaikkan harga jualnya?
Bila ada sesuatu yang mencurigakan (baik naik atau turun), lihat tahunnya, telusuri pos yang bersangkutan pada tahun tersebut terkait dengan laba operasional (berhubungan dengan biaya administrasi dan beban operasional) atau laba bersih (berhubungan dengan kurs, pajak, pendapatan lain-lain, penjualan atau amortisasi aset). Intinya, pasti ada jawaban dari laporan keuangan perusahaan. Data tidak pernah bohong.
Identifikasi Kualiatas dari Margin Laba

Cara lain mengidentifikasi kualitas laba adalah dari rasio margin laba. Ada tiga margin laba yang bisa dicari, yaitu margin laba kotor, margin laba operasional, dan margin laba bersih. Adalah wajar bila laba kotor naik, maka diikuti oleh laba operasional dan laba bersih—sehingga bisa diasumsikan margin ketiga jenis laba tadi selalu terjaga relatif sama satu sama lain. Tugas kita adalah mencari anomali di antara ketiganya, baik kenaikan atau penurunan.
Model A – Ini adalah contoh perusahaan yang harus kita hindari. Lihat saja cara manajemen mengelola perusahaan, margin labanya turun dari tahun ke tahun.
Model B – Ini adalah contoh perusahaan ideal. Bisa dilihat manajemen cukup piawai mengelola perusahaan. Meski ada fluktuasi dari margin laba kotor, tampaknya pada 2010 perusahaan bisa mengembalikan ke arah yang baik. Dan hal ini diikuti oleh pertumbuhan laba operasional dan laba bersih yang proporsional.
Model C – Ini adalah contoh terjadi anomali margin laba. Laba kotor stabil atau stagnan, tapi kenapa perusahaan tidak bisa memelihara laba operasionalnya? Apakah biaya administrasi tidak terkontrol? Juga laba bersihnya selalu turun. Selain administrasi dan biaya operasional, apa benar tidak ada biaya-biaya lain yang menggerogoti perusahaan, misalnya beban bunga yang tinggi? Di model ini juga terjadi anomali, darimana kenaikan pesat laba pada 2011? Apakah benar ini laba organik? Rasanya tak masuk akal. Kita wajib curiga dan menelusuri karakter laba yang dilaporkan perusahaan pada tahun itu. Catatan: laba organik adalah laba yang diperoleh dari pendapatan murni hasil penjualan barang/jasa. Laba non-organik misalnya dari selisih kurs, revaluasi aset, dll.
Demikian pengantar untuk mengidentifikasi kualitas laba dari penelusuran grafik sederhana. Suatu cara sederhana yang bisa membantu kita mencari perusahaan terbaik untuk investasi.
Dari teknik dasar ini Anda bisa mengembangkan misalnya analisa pertumbuhan laba, pertumbuhan margin laba, dll. Tak lupa, bisa pula dihubungkan dengan data neraca sehingga membuat analisa lebih menarik lagi. Contohnya, ketika laba perusahaan naik terus, kenapa ekuitasnya stagnan, jangan-jangan digerogoti oleh kenaikan beban hutang. Dan seterusnya.
4.2 Laporan Raba Rugi Perusahaan
LAPORAN LABA RUGI | Income Statement 
Laporan Laba Rugi merupakan bagian dari suatu laporan keuangan perusahaan yang dihasilkan dalam suatu periode buku atau periode akutansi yang menyajikan seluruh unsur pendapatan serta beban perusahaan yang pada akhirnya akan menghasilkan kondisi laba bersih atau rugi bersih.
Laporan laba rugi (profit and lost statement) yang disusun oleh perusahaan memiliki struktur yang terdiri atas pendapatan pada periode berjalan dan seluruh beban perusahaan.
Baik itu beban usaha ataupun beban diluar usaha perusahaan pada periode berjalan.
Umumnya, laporan laba rugi memiliki unsur seperti dibawah ini:
Pendapatan atas penjualan

        Dikurangi oleh Beban Pokok Penjualan

Laba - Rugi Kotor

        Dikurangi oleh Beban Usaha

Laba - Rugi Usaha

       Dikurangi atau Ditambah Penghasilan / beban lain

Laba - Rugi Sebelum Pajak

       Dikurangi oleh Beban Pajak

Laba - Rugi Bersih (Net Profit or Loss)

Langkah - Langkah Penyusunan Laporan Laba Rugi Perusahaan
Laporan laba/rugi didalam rangkaian suatu siklus akuntansi disusun setelah tersusunnya neraca saldo dan adjustment entry (jurnal penyusuaian) atau setelah neraca lajur disusun.
Pertanyaan:
Mengapa laporan laba rugi harus disusun setelah neraca saldo ?
Ini dikarenakan sumber didalam penyusunan laporan laba/rugi berasal dari kolom laba/rugi yang ada pada neraca saldo (kertas kerja).
Didalam penyusunan laporan laba/rugi perusahaan kita membutuhkan mengutip seluruh saldo rekening pendapatan dan beban didalam kolom laba/rugi yang ada pada neraca saldo.
Format Laporan Laba Rugi
Format Laporan Laba Rugi umumnya :
Pada bagian header laporan laba rugi ditulis identitas perusahaan, jenis laporan keuangan yang disajikan (laporan laba rugi) dan periode tahun laporan

Kemudian tepat dibawahnya termuat komponen komponen utama laporan laba rugi, yakni
Total Pendapatan
Total Beban
Laba atau Rugi 
Ketiga komponen ini adalah intisari dari laporan laba rugi perusahaan.
Komponen total pendapatan dan total beban diperoleh dari neraca saldo (kertas kerja) pada kolom laba/rugi.
Sedangkan komponen laba atau rugi adalah selisih dari total pendapatan dan total beban
Apabila pendapatan lebih besar dari beban, maka diakui sebagai laba.
Dan sebaliknya apabila pendapatan ternyata lebih kecil daripada total beban maka diakui sebagai rugi. Contoh Laporan Laba Rugi
Berikut ini contoh sederhana dari laporan laba rugi
Adapun penyusunan Laporan Laba Rugi Perusahaan memiliki tujuan seperti berikut:
Untuk mengetahui besar kecilnya pajak yang akan ditanggung
Untuk mengevaluasi serta menge-check histori dari perolehan laba dari waktu ke waktu
Mengecek efektivitas dan efisiensi usaha berdasar pada nilai biaya usaha

0 komentar:

Posting Komentar